Keajaiban Al-Qur’an dan Sunnah Tentang Puasa dan Kesehatan

Keajaiban Al-Qur’an dan Sunnah
Puasa dan Kesehatan

Keajaiban Al-Qur’an dan Sunnah  Puasa dan Kesehatan

Kesehatan - Susunan tubuh manusia terdiri dari jaringan-jaringan yang terdiri dari reaksional deskontruksif dan kontruksif pada sel dengan tujuan memproduksi energi yang cukup untuk menstabilkan kehidupan sel serta menghindari penumpukan perangkat-perangkat tubuh tak berguna yang menyebabkan disfungsi perangkat tubuh.
Akan tetapi, untuk lebih mengoptimalkan fungsi sel diperlukan zat makanan, agar fungsi sel-sel pencernaan makanan melalui perangkat pencernaan berjalan secara optimal, serta sel-sel penyedot saripati makanan pada akhir saluran pencernaan melalui penyedotan hasil-hasil proses pencernaan tersebut, juga sel-sel yang berfungsi mentransformasi hasil proses pencernaan tersebut ke seluruh sel.
Bahan-bahan makanan yang dibawa oleh darah ke sel-sel tubuh, adalah seperti karbohidrat atau yang mengandung lemak dan protein. Agar kebutuhan sel tersebut berupa energi bisa terpenuhi, sel mengoksidakan bahan-bahan ini disesuaikan dengan perangkat-perangkat yang terdapat dalam bahan makanan, juga sesuai dengan prioritas kejiwaan yang dibatasi oleh program yang terdapat dalam sel jiwa manusia.
Dalam proses pencernaan ini, sel mengubah bahan-bahan makanan dari karbohidrat ke protein, protein ke karbohidrat, dan proses ini terjadi sesuai dengan perkembangan pertumbuhan sel. Dari jaringan pengeluaran enzim yang terdapat dalam tubuh, sebagian sel bertanggung jawab membangun bahan-bahan makanan dan sebagian lagi bertanggung jawab menghancurkannya.
Proses penyuplaian sel terwujud melalui tekanan pada sistem gerak biologi terhadap sel, dan tekanan ini menyebabkan penumpukan unsur-unsur perusak dalam sel yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel ini menyebabkan disfungsi sel-sel tubuh. Di antara disfungsi ini, adalah kerusakan pada bagian dalam pencernaan seperti luka pada lambung, yang juga terpengaruh pada tensi pencernaan dan penyedotan.
Fase penyuplaian ini berkaitan dengan keaktifan bakteri yang menebal di dalam saluran pencernaan yang menyebabkan penumpukan racun-racun dalam sel. Penumpukan ini akan berpengaruh pada perjalanan proses asimilasi dengan sel, yang menyerang pada kondisi lemah biologi secara umum. Dan untuk menuntaskan kondisi psikologi ini mesti melewati fase penyembuhan untuk membersihkan racun-racun dan bakteri lainnya, serta meminimalisir penebalan bakteri dan pengembalian fungsi sel secara total.
Proses penyembuhan ini telah dikenal oleh kalangan ahli fisiologi sebagai "tugas" yang ditempuh melalui fase puasa. Proses tersebut dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa organ di dalam tubuh manusia mulai dari organ yang terkecil hingga pada organ tubuh terbesar, sesuai dengan perbedaan fungsi dan klasifikasinya. Organ-organ tubuh manusia yang kecil ini menggunakan kerutan rongga-rongganya untuk membebaskan diri dari racun yang tersusun di dalam tubuhnya. Kemudian, organ terkecil ini memasuki fase puasa (melaparkan diri) untuk kembali menyeimbangkan kondisi fisiologisnya yang alami.
Pada organ yang lebih besar, proses biologis itu disempurnakan melalui organ yang "mengikat" —disebut juga dengan organ pengeluaran— yang membantunya dalam mengeluarkan vitalitas, kemudian organ ini melewati fase puasa.
Dalam kesempatan ini, kita jelaskan dua macam lapar dalam berpuasa; pertama puasa lingkungan, macam puasa ini merupakan akibat buruknya makanan dalam lingkungan tubuh yang meliputinya. Hal ini akan memaksa organ yang hidup untuk masuk pada proses asimilasi khusus untuk mengurangi kerusakan pada simpanan makanan. Kemudian masuk pada fase puasa yang kadang berkurang dan kadangkala meningkat sesuai dengan semakin membaiknya kondisi makan dalam lingkungan yang meliputinya.
Bentuk puasa yang kedua bersamaan dengan munculnya kondisi makanan dalam lingkungan tersebut, akan tetapi puasa ini bertujuan untuk mengalahkan proses disfungsi sel-sel akibat penumpukan racun-racun bakteri dan unsur-unsur perusak lainnya. Bentuk puasa ini disebut juga dengan puasa tugas psikologi. Sedangkan fase puasa yang dilalui oleh organ tubuh yang hidup pada kondisi ini disebut dengan "puasa pengobatan," yang berfungsi mengembalikan kenormalan organ tubuh untuk melaksanakan fungsinya. Mungkin bisa kita katakan, bahwa fase puasa ini merupakan dasar pengobatan yang orisinil tanpa bergantung pada obat-obatan kimia untuk menekan tensi kelambanan fungsi organ. Selain itu, penggunaan obat kimia juga akan berdampak pada penumpukan zat kimia pada sel yang menyebabkan terjadinya pergolakan fungsi baru dalam sel.
Masuknya sel dalam fase puasa tugas ini menyebabkan proses asimilasi berupa proses pencernaan dan penyedotan terhenti sementara. Dan pada fase puasa ini, proses pengendoran nutrisi akan mengalami perbedaan. Mungkin kita bisa klasifikasikan fase puasa ini menjadi tiga:

Pertama; Fase Puasa Pendek (Ringan)
Sel-sel organ tubuh akan mengalami kegoncangan pada fase puasa pendek ini, dan mungkin bisa kita katakan bahwa fase puasa pendek ini tidak lebih sebagai fase penyembuhan organ yang hidup untuk membersihkan cacat ringan yang menimpa fungsi psikologi terhadap sel-sel. Biasanya fase puasa pendek dalam satu tahun bisa ditetapkan sesuai dengan agenda biologi terhadap organ.
Jarak waktu fase ini biasanya mencapai 12-40 jam, hitungan ini berbeda dengan makhluk lain. Dan pada manusia, fase ini mencapai 12-16 jam. Fase ini adalah sarana yang baik untuk membersihkan dari unsur-unsur yang merugikan dalam sel, juga tidak berpengaruh pada keseimbangan fungsi yang teragendakan pada sel, hingga mencapai titik keseimbangan yang diharapkan.

Kedua; Fase Puasa Sedang
Pada fase puasa ini, sel-sel organ tubuh akan bergulat dengan penumpukan unsur-unsur yang merugikan, sehingga ia membutuhkan waktu lebih lama untuk membersihkan unsur-unsur tersebut. Maka, jika tidak ada kontrol sel besar pada fase ini, akan menyebabkan kerusakan pada sel sehingga memperlambat proses pencapaian titik keseimbangan fungsi yang diharapkan.

Ketiga; Fase Puasa Yang Lama (Berat)
Fase ini dilakukan jika terjadi kerusakan berat dalam kehidupan organ, dikarenakan organ terancam rusak akibat penumpukan-penumpukan racun dan sisa-sisa asimilasi pada sel yang memaksanya untuk masuk pada fase puasa yang sangat lama. Sepertinya telah terjadi kehancuran organ terhadap keseimbangan fungsi sel, akan tetapi tak menutup kemungkinan untuk memilih bahaya yang paling ringan, yaitu masuk dalam fase puasa —puasa yang belum menjamin hasil, apalagi lagi jika alat kontrol sel lemah.
Organ tubuh sedikit banyak telah mengoptimalkan fase puasa pendek yang kira-kira 12-16 jam dalam seminggu, atau beberapa hari dalam satu bulan. Hal itu bertujuan agar ada aturan pencegahan biologi yang bekerja untuk membersihkan unsur-unsur merugikan pada sel. Oleh karena itu, fase ini lebih diidentikkanpada fase "pencegahan" bukan "pengobatan." Dan telah dilakukan beberapa penelitian terhadap makhluk hidup yang menetapkan adanya efektivitas yang besar yang terdapat dalam kekuatan puasa ringan ini dalam menambah rangsangan kerja sel serta menambah kualitas kesehatan sel.
Semua hakekat ilmu pengetahuan ini dapat kita ketahui setelah kemajuan ilmu fungsi sel, imu kedokteran preventif, ilmu kedokteran pengobatan, dan lain sebagainnya. Akan tetapi Al-Qur'an dan sunnah Rasul telah menuturkan semua hakekat ini yang semuanya merupakan mukjizat.
Al-Qur'an menuturkan tentang puasa dan faedahnya sebagai bukti kemukjizatan ini. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Pada hari-hari yang ditentukan." (Al-Baqarah: 183-184)
Berdasarkan pengamatan kami, kedua ayat ini mengandung beberapa hakekat ilmu pengetahuan. Hubungan antara takwa dan puasa dari sisi kedokteran, adalah hubungan antara puasa sebagai sarana, dan pencegahan diri sebagai tujuan. Dan ini -sebagaimana telah kami jelaskan- merupakan dasar penggunaan puasa dalam pengobatan preventif. Adapun pembatasan fase dengan "hari-hari yang telah ditentukan" menegaskan kelemahan kemampuan fungsi sel manusia yang dapat menanggung beban puasa yang relatif lama. Demikian, sebagaimana yang telah ditegaskan secara ilmiah.
Dalam ayat lain, Al-Qur'an juga menegaskan manfaat yang diharapkan dari puasa. Allah Subhanahu wa Ta 'ala berfirman, "Dan berpuasa, itu lebih baik bagi kamu. " (Al-Baqarah: 184). Pada ayat di atas, kita perhatikan adanya pemakaian makna kebaikan. Hal ini sesuai dengan urgensi puasa dalam pengobatan preventif dan pengobatan penyembuhan. Dan, makna ini sama dengan sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, "Puasalah, maka kamu akan sehat. " (HR Al-Bukhari)
Dalam hal ini, terdapat hubungan erat antara kondisi puasa dengan kondisi kemampuan untuk proses pengoptimalan dalam sel, dan ini menuntut realisasi pengobatan preventif dan tindakan penyembuhan. Dan ini telah kami jelaskan. Akan tetapi, proses puasa fungsi psikologi dengan beberapa macamnya membawa kekurangan dalam proses keseimbangan aktivitas sel, karena minimnya pengangkutan makanan dalam darah yang mengantarkan ke sel. Dan beberapa penelitian menegaskan bahwa sel-sel reproduksi dalam kondisi seperti ini akan mengalami penurunan dalam mengeluarkan hormon-hormon reproduksi yang dapat mengakibatkan penurunan gairah seks dan pengekangan nafsu. Hal inilah yang ditegaskan oleh Rasulullah dalam sabdanya;

"Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian yang telah mampu, maka menikahlah. Dan barangsiapa di antara kalian yang belum mampu, maka hendaknya dia berpuasa. Karena sesungguhnya (puasa) itu menjadi tameng baginya. " (Muttafaq Alaihi)

Penjelasan tersebut di atas menjelaskan hubungan kuat antara puasa dan efektivitas hormon reproduksi. Akan tetapi hubungan keduanya ini adalah hubungan yang jauh. Maksudnya, tatkala fase puasa itu panjang, maka prosentase pengeluaran hormon reproduksi akan menurun. Dan para ilmuwan mengarah pada pemilihan asas ilmu ini sebagai sarana penambahan fase untuk penambahan sel-sel yang diharapkanmelalui puasa sel-sel reproduksi dalam rangka pembekalan sel-sel itu dengan unsur-unsur yang disiapkan untuk proses oksidasi dan produksi energi tanpa melalui tahapan-tahapan asimilasi.

Sumber: Mata Air Ilmu

Posting Komentar

0 Komentar